Indonesia punya kenangan indah dan buruk dalam sejarah pertemuan dengan Malaysia. Indah pada 2004 dan 1987, buruk pada 1979. Maka dari itu, sebaiknya Indonesia lebih terinspirasi pertemuan 2004 dan 1987 serta belajar banyak dari kegagalan 1979.
Pada semifinal Piala AFF 2004 (dulu Piala Tiger), Indonesia kalah 1-2 di kandang pada leg pertama. Namun, Indonesia bangkit dan menang 4-1 di kandang Malaysia pada leg kedua sehingga lolos ke babak final. Sayang, pada final, Indonesia takluk dari Singapura.
Pengalaman buruk terjad pada 1979. Ini final SEA Games yang menentukan medali emas. Indonesia menjadi tuan rumah. Namun, Iswadi Idris dkk waktu itu dipaksa kalah 0-1 dan medali emas menjadi milik Malaysia.
Malaysia pun kini kembali mengungkap drama final SEA Games 1979 di Jakarta itu. Di depan 120.000 pendukung Indonesia, Malaysia tetap tampilngotot dan menang.
Salah satu pemain Malaysia pada pertandingan itu, Soh Chin Aun, mengatakan, saat itu Malaysia memang memiliki tim bagus. "Itu pertandingan keras dan berat. Kami masih memiliki almarhum Mokhtar dan R Arumugan. Ada juga Santokh Singh, Abdullah Ali, Shukor Salleh, dan Jamal Nasir," ungkap Aun yang dijuluki "Towkay" ini kepada football.thestar.com.
"Melawan Indonesia di Jakarta merupakan pertandingan mengagumkan. Kami menyerang dan mereka juga menyerang. Tak mudah melawan Indonesia di kandang mereka. Mereka juga punya beberapa pemain hebat seperti Ronny Pasarela dan Iswadi Idris," kenangnya.
Hasil 0-0 bertahan hingga pertandingan nyaris usai. Tapi, sebelum peluit panjang, Malaysia mencetak gol lewat Mokhtar Dahari dan merebut medali emas. Duka Indonesia waktu itu.
Untungnya, Indonesia ketemu lagi Malaysia pada final SEA Games 1987, juga di Jakarta. Kali ini, Indonesia membayar dendam. Ricky Yakobi dkk menundukkan Malaysia 1-0 dan meraih medali emas.
Firman Utina seharusnya lebih banyak mengingat pertemuan tahun 1987 dan 2004. Semangat memenangkan pertandingan harus semakin besar. Namun, kegagalan pada 1979 juga harus menjadi pelajaran. Bagaimanapun, Malaysia bisa merepotkan di Jakarta. Namun, Indonesia juga bisa berlenggang di Kuala Lumpur.
Selamat berjuang, Indonesia. Garuda di dada kita dan kini saatnya juara.
Pada semifinal Piala AFF 2004 (dulu Piala Tiger), Indonesia kalah 1-2 di kandang pada leg pertama. Namun, Indonesia bangkit dan menang 4-1 di kandang Malaysia pada leg kedua sehingga lolos ke babak final. Sayang, pada final, Indonesia takluk dari Singapura.
Pengalaman buruk terjad pada 1979. Ini final SEA Games yang menentukan medali emas. Indonesia menjadi tuan rumah. Namun, Iswadi Idris dkk waktu itu dipaksa kalah 0-1 dan medali emas menjadi milik Malaysia.
Malaysia pun kini kembali mengungkap drama final SEA Games 1979 di Jakarta itu. Di depan 120.000 pendukung Indonesia, Malaysia tetap tampilngotot dan menang.
Salah satu pemain Malaysia pada pertandingan itu, Soh Chin Aun, mengatakan, saat itu Malaysia memang memiliki tim bagus. "Itu pertandingan keras dan berat. Kami masih memiliki almarhum Mokhtar dan R Arumugan. Ada juga Santokh Singh, Abdullah Ali, Shukor Salleh, dan Jamal Nasir," ungkap Aun yang dijuluki "Towkay" ini kepada football.thestar.com.
"Melawan Indonesia di Jakarta merupakan pertandingan mengagumkan. Kami menyerang dan mereka juga menyerang. Tak mudah melawan Indonesia di kandang mereka. Mereka juga punya beberapa pemain hebat seperti Ronny Pasarela dan Iswadi Idris," kenangnya.
Hasil 0-0 bertahan hingga pertandingan nyaris usai. Tapi, sebelum peluit panjang, Malaysia mencetak gol lewat Mokhtar Dahari dan merebut medali emas. Duka Indonesia waktu itu.
Untungnya, Indonesia ketemu lagi Malaysia pada final SEA Games 1987, juga di Jakarta. Kali ini, Indonesia membayar dendam. Ricky Yakobi dkk menundukkan Malaysia 1-0 dan meraih medali emas.
Firman Utina seharusnya lebih banyak mengingat pertemuan tahun 1987 dan 2004. Semangat memenangkan pertandingan harus semakin besar. Namun, kegagalan pada 1979 juga harus menjadi pelajaran. Bagaimanapun, Malaysia bisa merepotkan di Jakarta. Namun, Indonesia juga bisa berlenggang di Kuala Lumpur.
Selamat berjuang, Indonesia. Garuda di dada kita dan kini saatnya juara.
0 comments:
Posting Komentar